perubahan
fisiologi dan psikologi pada masa nifas dan menyusui
A.
Perubahan
Sistem Kardio vaskuler masa nifas
Sistem
peredaran darah atau sistem kardiovaskular adalah suatu sistem organ yang
berfungsi memindahkan zat ke dan dari sel. Sistem ini juga menolong stabilisasi
suhu dan pH tubuh (bagian dari homeostasis).
Organ-organ
penyusun sistem kardiovaskuler terdiri atas jantung sebagai alat pompa utama,
pembuluh darah, serta darah. Sistem kardiovaskuler yang sehat ditandai dengan
proses sirkulasi yang normal, apabila sirkulasi terhambat akibat keabnormalan
dari organ-organ penyusun sistem kardiovaskuler ini maka akan dapat menimbulkan
berbagai penyakit bahkan bisa mematikan.
1.
Volume darah
Perubahan volume darah tergantung pada
beberapa faktor, misalnya kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi
serta pengeluaran caira ekstravaskuler (edema fisiologis). Kehilangan darah
merupakan akibat penurunan volume darah total yang cepat, tetapi terbatas.
Setelah itu terjadi perpindahan normal cairan tubuh y ang menyebabkan volume
darah menurun dengan lambat. Pada minggu ke 3 dan ke 4 setelah bayi lahir
volume darah biasanya menurun sampai mencapai volume darah sebelum hamil.
Pada persalinan pervaginam kehilangan darah sekitar 300-400 cc. bila kehiran
melalui seksio sesaria, maka kehilangan darah dapat dua kali lipat. Perubahan
terdiri dari volume darah dan hermatokrit (haemoconcentration). Bila
perasalinan pervaginan, hematokrit akan naik dan pada seksio sesaria,
hemaktokrit cendrung stabil dan kembali normal setelah 4-6 minggu.
Tiga perubahan fisiologi pascapartum yang melindungi wanita:
Ø hilangnya
sirkulasi uteroplasenta yang mengurangi ukuran pembuluh darah maternal 10%
sampai 15%
Ø hilangnya
fungsi endokrin plasenta yang menghilangkan stimulus vasolitasi
Ø terjadinya
mobilisasi air ekstravaskuler yang disimpanselamaa wanita hamil
2.
Curah Jantung
Denyut jantung, volume sekuncup, dan
curah jantung meningkat sepanjang msa hamil. Segera setelah wanita melahirkan,
keadan ini meningkat bahkan lebih tinggiselamaa 30 sampai 60 menit karena darah
yang biasaya melintasi sikuir uteroplasenta tiba-tiba kembali kesirkulasi umum.
Nilai ini meningkat pada semua jenis kelahiran.
Setelah terjadi diuresis yang mencolok
akibat penurunan kadar estrogen, volume darah kembali kepada keadaan tidak
hamil. Jumlah sel darah merah dan hemoglobin kembali normal pada hari ke-5.
Meskipun kadar estrogen mengalami
penurunan yang sangat besar selama masa nifas, namun kadarnya masih tetap lebih
tinggi daripada normal. Plasma darah tidak begitu mengandung cairan dan dengan
demikian daya koagulasi meningkat. Pembekuan darah harus dicegah dengan
penanganan yang cermat dan penekanan pada ambulasi dini.
Penarikan kembali esterogen menyebabkan
diuresis terjadi, yang secara cepat mengurangi volume plasma kembali pada
proporsi normal. Aliran ini terjadi dalam 2-4 jam pertama setelah kelahiran
bayi. Selama masa ini ibu mengeluarkan banyak sekali jumlah urin. Hilangnya progesteron
membantu mengurangi retensi cairan yang melekat dengan meningkatnya vaskuler
pada jaringan tersebut selama kehamilan bersama-sama dengan trauma selama
persalinan.
Setelah persalinan, shunt akan hilang
dengan tiba-tiba. Volume darah ibu relatif akan bertambah. Keadaan ini akan
menimbulkan beban pada jantung, dapat menimbulkan decompensation cordia pada
penderita vitum cordia. Keadaan ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi
dengan timbulnya haemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti
sediakala, umumnya hal ini terjadi pada hari 3-5 post partum.
Pada Sistem
Kardiovaskuler
Ø Tanda-tanda
vital
Tekanan darah sama saat bersalin, suhu meningkat karena dehidrasi pada awal
post partum terjadi bradikardi.
Ø Volume
darah
Menurun karena kehilangan darah dan kembali normal 3-4 minggu
Persalinan normal : 200 – 500 cc, sesaria : 600 – 800 cc.
Ø Perubahan
hematologik
Ht meningkat, leukosit meningkat, neutrophil meningkat.
Ø Jantung
Kembali ke posisi normal, COP meningkat dan normal 2-3 minggu.
B.
Perubahan
Sistem Hematologi Masa Nifas
Hematologi (Darah) adalah suatu suspensi partikel
dalam suatu larutan kolid cair yang mengandung elektrolit dan merupakan suatu
medium pertukaran antar sel yang terfikasi dalam tubuh dan lingkungan luar
(Silvia A. Price dan Lorraine M. Wilson : 2005 )
1. Perubahan
Vaskular Lokal
Perubahan
lokal terlihat jelas pada tungkai bawah dan akibat tekanan yang ditimbulkan
oleh uterus terhadap vena pelvik. Oleh karena 1/3 darah dalam sirkulasi berada
dalam tungkai bawah maka peningkatan tekanan terhadap vena akan
menyebabkan varises dan edema vulva dantungkai. Keadaan ini
lebih sering terjadi pada siang hari akibat sering berdiri. Keadaan ini
cenderung untuk reversibel saat malam dimana pasien berada dalam keadaan
berbaring : edema akan direabsorbsi – venous return meningkat dan output ginjal
meningkat sehingga terjadi nocturnal diuresis. Bila pasien dalam keadaan
telentang, tekanan uterus terhadap vena akan juga meningkat sehingga aliran
balik ke jantung menurun dan terjadi penurunan cardiac output.
Suatu contoh
ekstrim terjadi saat uterus menekan vena cava dan menurunkan CO sehingga pasien
terengah-engah dan dapat menjadi tidak sadarkan diri. Dapat terjadi sensasi
nause dan gejala muntah. Gejala ini – Supine
Hypotensive Syndrome harus senantiasa diingat saat melakukan pemeriksaan
kehamilan pada pasien hamil lanjut.
Perubahan
nilai hasil pemeriksaan darah seperti nilai haemoglobin merupakan akibat dari
kebutuhan kehamilan yang dipengaruhi oleh peningkatan volume plasma.
Terjadi
peningkatan eritrosit sebesar 18% dan terjadi peningkatan volume plasma sebesar
45%. Dengan demikian maka terjadi penurunan hitungeritrosit per mililiter dari
4.5 juta menjadi 3.8 juta. Dengan semakin bertambahnya usia kehamilan, volume
plasma semakin menurun dan hitung eritrosit menjadi sedikit meningkat sehingga
kadar hematokrit selama kehamilan menurun namun sedikit meningkat menjelang
aterm.
Packed Cell Volume (% ase )
Non – pregnant
|
40 – 42
|
Minggu ke 20
|
39
|
Minggu ke 30
|
38
|
Minggu ke 40
|
40
|
Perubahan kadar haemoglobin paralel dengan yang terjadi pada eritrosit.
Mean Cell Haemoglobin Concentration pada keadaan non pregnant adalah 34% yang
berarti bahwa setiap 100 ml eritrosit mengandung 34 g haemoglobin. Nilai ini
selama kehamilan tidak berubah dengan demikian maka nilai volume eritrosit
total dan haemoglobin total meningkat selama kehamilan
Peningkatan volume plasma menyebabkan penurunan kadar haemoglobin.
Selama
masa kehamilan kadar haemoglobin turun sampai minggu ke 36. Penurunan ini mulai
terlihat pada minggu ke 12 dan nilai minimum terlihat pada minggu ke 32.
Terlihat dari data diatas bahwa tidak ada satu nilai normal yang dapat
ditemukan selama kehamilan. Fakta ini penting dalam menegakkan diagnosa anemia
dalam kehamilan. Pada minggu ke 30, kadar haemoglobin sebesar 105g/l adalah
normal, namun nilai tersebut pada minggu ke 20 meunjukkan adanya anemia.
2. Zat
besi
Dengan peningkatan jumlah eritrosit, kebutuhan akan zat besi dalam proses
produksi hemoglobin meningkat. Bila suplemen zat besi tidak diberikan,
kemungkinan akan terjadi anemia defisiensi zat besi.
Kebutuhan zat besi pada paruh kedua kehamilan kira-kira 6–7 mg/hari. Bila
suplemen zat besi tidak tersedia, janin akan menggunakan cadangan zat besi
maternal. Sehingga anemia pada neonatus jarang terjadi ; akan tetapi defisiensi
zat besi berat pada ibu dapat menyebabkan persalinan preterm, abortus, dan
janin mati.
3. Leukosit
Terjadi kenaikan kadar leukosit selama kehamilan dari 7.109 / l dalam
keadaan tidak hamil menjadi 10.5.109 / l. Peningkatan ini hampir semuanya
disebabkan oleh peningkatan sel PMN – polimorfonuclear. Pada saat inpartu,
jumlah sel darah
4. Trombosit
Pada kehamilan terjadi thromobositopoeisis akibat kebutuhan yang
Kadar prostacyclin (PGI2) sebuah “platelet aggregation
inhibitor” dan Thromboxane (A2) sebuah perangsang aggregasi
platelet dan vasokonstriktor meningkat selama kehamilan.
Nilai rata – rata selama awal kehamilan adalah 275.000 / mm3 sampai
260.000 / mm3 pada minggu ke 35. Mean Platelet Size sedikit meningkat dan life
span trombosit lebih singkat.
5. Sistem
Pembekuan Darah
Kehamilan disebut sebagai hipercoagulable state. Terjadi peningkatan
kadar fibrinogen dan faktor VII sampai X secara progresif.
Kadar
fibrinogen dari 1.5 – 4.5 g/L (tidak hamil) meningkat dan sampai akhir
kehamilan mencapai 4 – 6.5 g/L. Sintesa fibrinogen terus meningkat akibat
meningkatnya penggunaan dalam sirkulasi uteroplasenta atau sebagai akibat
tingginya kadar estrogen.
Faktor II, V dan XI sampai
XIII tidak berubah atau justru malah semakin menurun.
Nampaknya
peningkatan resiko tromboemboli yang terkait dengan kehamilan lebih diakibatkan
oleh stasis vena dan kerusakan dinding pembuluh darah dibandingkan dengan
adanya perubahan faktor koagulasi itu sendiri.
C.
Konsep
Dasar Perubahan Psikososial Dalam Masa Nifas
1.
Perubahan peran
Terjadinya
perubahan peran, yaitu menjadi orang tua setelah kelahiran anak. Sebenarnya
suami dan istri sudah mengalami perubahan peran mereka sejak masa kehamilan.
Perubahan peran ini semakin meningkat setelah kelahiran anak. Contoh, bentuk perawatan
dan asuhan sudah mulai diberikan oleh si ibu kepada bayinya saat masih berada
dalam kandungan adalah dengan cara memelihara kesehatannya selama masih hamil,
memperhatikan makanan dengan gizi yang baik, cukup istirahat, berolah raga, dan
sebagainya.
Selanjutnya,
dalam periode postpartum atau masa nifas muncul tugas dan tanggung jawab baru,
disertai dengan perubahan-perubahan perilaku. Perubahan tingkah laku ini akan
terus berkembang dan selalu mengalami perubahan sejalan dengan perkembangan
waktu cenderung mengikuti suatu arah yang bisa diramalkan.
Pada awalnya,
orang tua belajar mengenal bayinya dan sebaliknya bayi belajar mengenal orang
tuanya lewat suara, bau badan dan sebagainya. Orang tua juga belajar mengenal
kebutuhan-kebutuhan bayinya akan kasih sayang, perhatian, makanan, sosialisasi
dan perlindungan.
Periode
berikutnya adalah proses menyatunya bayi dengan keluarga sebagai satu
kesatuan/unit keluarga. Masa konsolidasi ini menyangkut peran negosiasi
(suami-istri, ayah-ibu, orang tua-anak, anak dan anak).
2.
Peran menjadi orang tua
setelah melahirkan
Selama periode
postpartum, tugas dan tanggung jawab baru muncul dan kebiasaan lama perlu
diubah atau ditambah dengan yang baru. Ibu dan ayah, orang tua harus mengenali
hubungan mereka dengan bayinya. Bayi perlu perlindungan, perawatan dan
sosialisasi. Periode ini ditandai oleh masa pembelajaran yang intensif dan
tuntutan untuk mengasuh. Lama periode ini bervariasi, tetapi biasanya
berlangsung selama kira-kira empat minggu.
Periode
berikutnya mencerminkan satu waktu untuk bersama-sama membangun kesatuan
keluarga. Periode waktu meliputi peran negosiasi (suami-istri, ibu-ayah,
saudara-saudara) orang tua mendemonstrasikan kompetensi yang semakin tinggi
dalam menjalankan aktivitas merawat bayi dan menjadi lebih sensitif terhadap
makna perilaku bayi. Periode berlangsung kira-kira selama 2 bulan.
3.
Tugas dan tanggung
jawab orang tua
Tugas pertama
orang tua adalah mencoba menerima keadaan bila anak yang dilahirkan tidak
sesuai dengan yang diharapkan. Karena dampak dari kekecewaan ini dapat
mempengaruhi proses pengasuhan anak.
Walaupun
kebutuhan fisik terpenuhi, tetapi kekecewaan tersebut akan menyebabkan orang
tua kurang melibatkan diri secara penuh dan utuh. Bila perasaan kecewa tersebut
tidak segera diatasi, akan membutuhkan waktu yang lama untuk dapat menerima
kehadiran anak yang tidak sesuai dengan harapan tersebut.
Orang tua perlu
memiliki keterampilan dalam merawat bayi mereka, yang meliputi
kegiatan-kegiatan pengasuhan, mengamati tanda-tanda komunikasi yang diberikan
bayi untuk memenuhi kebutuhannya serta bereaksi secara cepat dan tepat terhadap
tanda-tanda tersebut.
Berikut ini adalah tugas dan tanggung jawab orang
tua terhadap bayinya, antara lain :
- Orang
tua harus menerima keadaan anak yang sebenarnya dan tidak terus terbawa
dengan khayalan dan impian yang dimilikinya tentang figur anak idealnya.
Hal ini berarti orang tua harus menerima penampilan fisik, jenis kelamin,
temperamen dan status fisik anaknya.
- Orang
tua harus yakin bahwa bayinya yang baru lahir adalah seorang pdibadi yang
terpisah dari diri mereka, artinya seseorang yang memiliki banyak
kebutuhan dan memerlukan perawatan.
- Orang
tua harus bisa menguasai cara merawat bayinya. Hal ini termasuk aktivitas
merawat bayi, memperhatikan gerakan komunikasi yang dilakukan bayi dalam
mengatakan apa yang diperlukan dan member respon yang cepat
- Orang
tua harus menetapkan criteria evaluasi yang baik dan dapat dipakai untuk
menilai kesuksesan atau kegagalan hal-hal yang dilakukan pada bayi.
- Orang
tua harus menetapkan suatu tempat bagi bayi baru lahir di dalam keluarga.
Baik bayi ini merupakan yang pertama atau yang terakhir, semua anggota
keluarga harus menyesuaikan peran mereka dalam menerima kedatangan bayi.
Dalam menunaikan tugas dan tanggung
jawabnya, harga diri orang tua akan tumbuh bersama dengan meningkatnya
kemampuan merawat/mengasuh bayi. Oleh sebab itu bidan perlu memberikan
bimbingan kepada si ibu, bagaimana cara merawat bayinya, untuk membantu
mengangkat harga dirinya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi suksesnya masa
transisi ke masa menjadi orang tua pada masa post partum adalah :
- Respon
dan dukungan dari keluarga dan teman
- Hubungan
dari pengalaman melahirkan terhadap harapan dan aspirasi
- Pengalaman
melahirkan dan membesarkan anak yang lalu
- Pengaruh
budaya
Masa Adaptasi
Ibu Dalam Masa Nifas
Ada tiga fase dalam masa adaptasi peran pada masa
nifas, antara lain adalah :
- Fase
dependent
Pada hari pertama dan kedua setelah
melahirkan, ketergantungan ibu sangat menonjol. Pada saat ini ibu mengharapkan
segala kebutuhannya dapat dipenuhi oleh orang lain. Rubin (1991) menetapkan
periode beberapa hari ini sebagai fase menerima yang disebut dengan taking
in phase. Dalam penjelasan klasik Rubin, fase menerima ini berlangsung
selama 2 sampai 3 hari.
Ia akan mengulang-ulang pengalamannya
waktu bersalin dan melahirkan.Pada saat ini, ibu memerlukan istirahat yang
cukup agar ibu dapat menjalan masa nifas selanjutnya dengan baik.
Membutuhkan nutrisi yang lebih, karena
biasanya selera makan ibu menjadi bertambah. Akan tetapi jika ibu kurang makan,
bisa mengganggu proses masa nifas.
- Fase
independent
Pada ibu-ibu yang mendapat perawatan
yang memadai pada hari-hari pertama setelah melahirkan, maka pada hari kedua
sampai keempat mulai muncul kembali keinginan untuk melakukan berbagai
aktivitas sendiri. Di satu sisi ibu masih membutuhkan bantuan orang lain tetapi
disisi lain ia ingin melakukan aktivitasnya sendiri. Dengan penuh semangat ia
belajar mempraktekkan cara-cara merawat bayi. Rubin (1961) menggambarkan fase
ini sebagai fase taking hold.
Pada fase taking hold, ibu
berusaha keras untuk menguasai tentang ketrampilan perawatan bayi, misalnya
menggendong, menyusui, memandikan dan memasang popok. Pada masa ini ibu agak
sensitive dan merasa tidak mahir dalam melakukan hal-hal tsb, cenderung
menerima nasihat bidan atau perawat karena ia terbuka untuk menerima
pengetahuan dan kritikan yang bersifat pribadi. Pada tahap ini Bidan penting
memperhatikan perubahan yang mungkin terjadi.
Pada beberapa wanita yang sulit
menyesuaikan diri dengan perannya, sehingga memerlukan dukungan tambahan. Hal
ini dapat ditemukan pada :
a. Orang
tua yang baru melahirkan untuk pertama kali dan belum pernah mempunyai pengalaman
mengasuh anak
b. Wanita
karir
c. Wanita
yang tidak mempunyai keluarga atau teman dekat untuk membagi suka dan duka
d. Ibu
dengan anak yang sudah remaja
e. Single
parent
- Fase
interdependent
Periode ini biasanya terjadi “after
back to home” dan sangat berpengaruh terhadap waktu dan perhatian yang
diberikan oleh keluarga. Ibu akan mengambil tanggung jawab terhadap perawatan
bayi, ia harus beradaptasi dengan kebutuhan bayi yang sangat tergantung, yang
menyebabkan berkurangnya hak ibu, kebebasan dan hubungan sosial.
Pada fase ini, kegiatan-kegiatan yang
ada kadang-kadang melibatkan seluruh anggota keluarga, tetapi kadang-kadang
juga tidak melibatkan salah satu anggota keluarga. Misalnya, dalam menjalankan
perannya, ibu begitu sibuk dengan bayinya sehingga sering menimbulkan
kecemburuan atau rasa iri pada diri suami atau anak yang lain.
Pada fase ini harus dimulai fase mandiri
(letting go) dimana masing-masing individu mempunyai kebutuhan
sendiri-sendiri, namun tetap dapat menjalankan perannya dan masing-masing harus
berusaha memperkuat relasi sebagai orang dewasa yang menjadi unit dasar dari
sebuah keluarga.